Rabu, 14 September 2016

Sabtu, 21 Maret 2009

SEKILAS KONSEP NANDA –I , NOC , dan NIC

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Pengkajian yang dianjurkan digunakan bila kita mengacu diagnosasis keperawatan NANDA adalah tool yang memang dibuat untuk mengumpulkan data keperawatan. Dalam website NANDA-I www.nanda.org menyarankan tidak hanya menggunakan toxonomy II frame work ( 13 domain ) sebagai alat untuk melakukan pengkajian pasien, akan tetapi penting untuk menggabungkan multiple tool / alat pengkajian yang bisa digunakan secara aman di praktek klinis, misalnya : pola fungsional Gordon, Nursing Outcome Classification Clinical Indikator Level, dan tool pengkajian menggunakan domain yang sudah dilengkapi, dan sebagainya.
Ketidaktepatan pengkajian yang sering kita jumpai adalah apabila kita melakukan pengkajian hanya menggunakan pengkajian dengan pendekatan persystem. Pengkajian persystem lebih umum dilakukan oleh dokter untuk melakukan pengkajian dan menemukan masalah kelainan pada sistem organ. Ini berbeda dengan perawat, masalah / diagnosis keperawatan adalah berdasar respon dari pasien sehingga bila kita hanya menggunakan pengkajian persistem kita akan mengalami kesulitan untuk memunculkan diagnosis keperawatan dari pasien yang kita kaji.
Bila kita menggunakan pengkajian persystem, mungkin kita akan mudah untuk menemukan data dan menemukan masalah yang terkait dengan system yang terganggu pada pasien. Akan tetapi pada saat kita akan memunculkan diagnosis keperawatan kita akan mengalami kesulitan karena pengkajian persistem akan memunculkan data-data yang terkait dengan masalah dari system atau organ pasien yang terganggu, dan bukan respon dari pasien terhadap masalah kesehatan yang di alaminya.
Kita tentu ingat definisi dari diagnosis keperawatan. Diagnosis Keperawatan adalah suatu keputusan klinik tentang respon insividu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan / proses kehidupan yang actual atau potensial. Diagnosa keperawatan menjadi dasar dalam menetapkan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil akhir asuhan yang menjadi tanggung gugat perawat. (Nursing diagnosis NANDA ( North American Nursing Diagnosis Association dalam Gordon, 2001).

Sekali lagi diagnosis keperawatan adal masalah respon dari pasien, bukan tanda atau gejala dari penyakit atau gangguan pada oragan, melainkan respon dari pasien bahkan keluarga pasien yang dapat mempunyai respon yang lebih luas bila dibanding dengan tanda dan gejala dari penyakit yang diderita oleh pasien. 

Perbandingan antara 11Pola Fungsional Gordon dan 13 domain NANDA
Pola Gordon 13 Domain NANDA
1. Persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan
2. Nutrisi - metabolic
3. Eliminasi
4. Aktivitas – latihan
5. Istirahat – tidur
6. Kognitif – perceptual
7. Persepsi diri - konsep diri
8. Peran – hubungan
9. Seksual – reproduksi
10. Kooping – toleransi stress
11. Nilai – keperca 1. Peningkatan kesehatan
2. Nutrisi
3. Eliminasi/pelepasan
4. Aktivitas/istirahat
5. Persepsi/kognisi
6. Persepsi diri
7. Peran hubungan
8. Seksualitas
9. Toleransi koping stress
10. Prinsip hidup
11. Keselamatan proteksi
12. Kenyamanan 
13. Pertumbuhan / perkembangan 

Pengkajian berdasarkan 11 Pola Fungsional gordon bisa dilakukan link / taut dengan diagnosis keperawatan. Contoh pengkajian keperawatan menggunakan pola fungsional Gordon yang telah dimodifikasi dengan 13 Domain NANDA

 1. PERSEPSI KESEHATAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN
Meliputi Informasi / riwayat pasien Pemeriksaan 
• Status kesehatan, status promosi dan praktek pencegahan kesehatan, persepsi pengobatan atau perawawatan, follow up perawatan

• Keamanan / proteksi : bahaya lingkungan, sumber-sumber yg potensial menimbulkan cidera fisik, terpapar dengan penyakit menular dan pathogen, alergi, daya tahan tubuh dan respon thd pathogen

• Tumbuh kembang : Kepantasan perkembangan fisik, psikososial, dan moral (misal : erikson, piaget, kohlbreg), pencapaian dari tugas perkembangan dalam berbagai area • Deskipsi pasien ttg status kesehatan umum
• Riwayat sakit yg lalu, operasi, dirawat di rumah sakit
• Perubahan status kesehatan dlm kurun waktu tertentu
• Aktivitas promosi kesehatan
• Aktivitas Pencegahan penyakit (pap smear, sadari, pemeriksaan kesehatan, pemberian ATS vaksinasi dll)
• Obat-obatan / vitamin yg diminum sekarang
• Intervensi terapeutik saat ini
• Alergi makanan/obat/lainnya
• Persepsi penyebab sakit saat ini dan upaya yg dilakukan
• Apakah upaya yang dilakukan saat ini dapat membantu
• Rencana antisipasi untuk pulang atau perawatan selanjutnya
• Penggunaan alcohol, tembakau, dan obat-obatan
• Riwayat penyakit kelauarga
• Obgyn – gravida, para, waktu dan type partus pada post partum, usia kehamilan pada kunjungan prenatal pertama, kepatuhan terhadap prenatal care
• Pediatric – umur kehamilan saat lahir, APGAR score, kepatuhan terhadap perawatan anak
• Terpapar dengan bahaya saat di rumah atau tempat kerja ( x-ray, bahan kimia, mesin, polutan, binatang )
• Kemungkinan terpapar penyakit menular dan pathogen ( tranfusi darah, gigitan binatang / serangga, terpapar dengan orang terinfeksi )
• Riwayat kecelakan / cidera, berisiko jatuh
• Riwayat alergi, penyakit menular, imunisasi
• Hasil laborat : WBC, culture, sensitivitas, HIV, sickle cell screen
• OB/bayi – Rhesus, ABO incompatibility, comb test, jarak rupture membrane amnion, adanya mekonium
• PEDI – lingkungan aman untuk anak ?, imunisasi lengkap ? 
• Usia ketika mencapai tugas perkembangan • Lihat penampilan umum
• Pemeriksaan disesuaikan dengan riwayat pasien
• Temperature
• Tanda dan gejal cidera (luka parut, lecet, bengkak, luka)
• Tanda dan gejala infeksi (pembesaran nodus lymfe, bau, discharge, kemerahan, hangat, rash, dll)
• Penilaian tergantung pada tugas perkembangan yang sesuai dengan area yg bervariasi termasuk fisik, kognitif, emosi, social, bahasa dan perkembangan moral

2. NUTRISI - METABOLIK
Meliputi Informasi / riwayat pasien Pemeriksaan 
• Konsumsi Makanan dan cairan tipe dan kuantitas, dari makanan dan cairan, jenis makanan, waktu makan, diet khusus

• Status cairan, kulit, integritas jaringan dan thermoregulasi

 • Tipe intake makan dan minum sehari-hari
• Intake makanan dan minuman terakhir
• Tipe dan kualitas makanan
• Pembatasan diit atau tipe makanan yang diresepkan
• Waktu makan dan snack
• Penggunaan suplemen, vitamin, makanan energi, tube feeding
• Nafsu makan, hilang atau berubah
• Kesulitan menelan, mengunyah, mencerna
• Kehilangan BB saat ini
• Penggunaan alat Bantu nutrisi
• Penggunaan sendok, piring khusus
• Masalah dengan mual, rasa panas di perut, lapar, haus berlebihan
• Riwayat personal / keluarga, DM, thyroid
• Hasil lab ; HCT, Hb, level thyroid, gula darah, kimia darah, level kolesterol, urinalisis (BJ, protein, glukosa, keton)
• Masalah dengan kulit, penyembuhan ( rash, luka, luka terbuka)
• OBGYN – BB sebelum hamil, perubahan / penurunan BB selama hamil, persepsi tentang menyusui
• PEDI – BB lahir, tipe susu formula, ASI, pengenalan makanan padat, perilaku makan sendiri, pola perubahan BB • Kaji penampilan umum ( well nourished, well developed, over weight, under weight )
• Kaji penampilan kulit ; warna, lesi, area tekan, kelembaban, textur, area terbuka, dressing, rash, scars, ekimosis, diaporesis
• Monitor body temperature
• Monitor tinggi, berat, BMI
• Observasi kondisi mulut, bibir, mebran mukosa lain
• Kaji turgor kulit
• Observasi kondisi gigi, ada / tdk masalah gusi, perdarahan
• Lihat adanya bukti penyembuhan luka
• Lihat integritas rambut dan kuku
• Catat intake oral dan cairan intravena
• OBGYN – kaji kondisi putting susu, payudara, kaji efektifitas menyusui 


3. ELIMINASI 
Meliputi Informasi / riwayat pasien Pemeriksaan 
• Pola BAB, BAK, fungsi ekskresi kulit, penggunaan alat untuk eliminasi

 • frekwensi karakter BAB, BAB terakhir
• frekwensi, karakteristik ekskresi urin, kesulitan BAK, penyakit ginjal / liver
• penggunaan laksative / diuretic
• penggunaan alat Bantu ekskratory, missal : colostomy, ureterostomy
• derajat berkeringat
• tempat ekskratory lain missal; drain, WSD, NGT, muntah
• hasil lab termasuk : urinalisis, feses, rutin, kultur feses, test fungsi ginjal, test fungsi liver, 
• OBGYN – catat adanya kelainan, mual, konstipasi, hemoroid, sering kencing, stress inkontinensia
PEDIATRIK – catat penggunaan popok atau rutinitas toileting, catat kata-kata khusus yg digunakan • Periksa jika ada indikasi, warna konsistensi, karakter, frekwensi dan kualitas feses dan urine
• Periksa jika ada indikasi, warna, karakter dan kualitas output dari tempat ekskratori lain

• Pengkajian abdomen, termasuk suara usus, flatus, softnes, distensi, massa, hemoroid, drain atau alat Bantu pengumpulan lain 

4. AKTIFITAS – LATIHAN 

Meliputi Informasi / riwayat pasien Pemeriksaan 
• Pola latihan, ADL, aktifitas waktu luang, / rekreasi, keseimbangan energi, focus pada aktifitas yg penting
• Status kardiopulmonal dan pengaruhnya terhadap aktifitas

 • Tipe dan keteraturan latihan
• Aktifitas yang dilakukan di rumah / tempat kerja
• Perasaan / persepsi respon terhadap aktifitas (pusing, lemah, dll)
• Aktifias rekreasional
• Aktifitas waktu luang (hobi, clubs)
• Kemampuan untuk makan, mandi, toileting, mobilitas di tempat tidur, berpakaian, berhias, memasak, belanja, pemeliharaan rumah
• Level 0 : mandiri
• Level 1 : membutuhkan penggunaan alat bantu
• Level 2 : membutuhkan supervisi / pengawasan orang lain
• Level 3 : membutuhkan bantuan dari orang lain
• Level 4 : ketergantungan / tidak berpartisipasi
• Penggunaan protese
• Riwayat masalah sendi dan tulang belakang atau kelemahan
• Penggunaan tembakau, berapa banyak, berapa lama ?
• Riwayat penyakit personal / keluarga ; jantung, hipertensi, asma, TB
• Hasil pemeriksaan lab, x-ray, EKG, AGD, enzym jantung, pulse oksimetri, sputum kultur
• OBGYN – perubahan pergerakan berhubungan dengan kehamilan, tandsa preeklamsi (pusing, pandangan kabur, nyeri ulu hati, mual, edema), pengetahuan tentang latihan
• PEDIATRIK – catat usia ketika bias melakukan motorik kasar dan motorik halus
 • Kaji tingkat ketergantungan : level 0,1,2,3,4
• Periksa postur gaya berjalan
• Test ROM sendi
• Test kekuatan, tonus dan masa otot
• Test keseimbangan
• Palpasi nadi : teraba/tdk, rate, irama dan kualitas
• Catat bunyi jantung dan adanya mur-mur
• Rekam TD, catat adanya perubahan dengan posisi atau aktifias
• Auskultasi bunyi nafas, catat adanya suara nafas tambahan
• Catat rate dan karakter pernafasan, adanya kesulitan / kelainan (retraksi, batuk, sputum, penggunaan otot aksesoris, flaring,), kebutuhan penggunaan O2
• Kaji status vaskuler, missal ; pulsasi perifer, varises, kapilary refill, tanda perubahan kuliut atropik, warna kulit dan kuku, edema, kulit kering / lembab
• Observasi hyegene umum, penampilan berpkaian dan berhias

5. Istirahat Tidur
Meliputi Informasi / riwayat pasien Pemeriksaan 
• frekwensi dan durasi periode istirahat tidur, penggunaan obat tidur, kondisi lingkungan saat tidur
 • jumlah jam tidur / 24 jam
• frekwensi periode istirahat, apakah termasuk dengan periode tidur ?
• jam berapa tidur makalam
• waktu terbangun siang hari
• masalah yang dirasakan, kesulitan jatuh tidur, sering terbangun lebih awal
• tidur / istirahat terbalik; siang tidur malam kerja
• derajat tingkat energi yang dirasakan saat bangun
• serinng mimpi atau mimpi buruk yang nampak menjengkelkan atau mempengaruhi 
• penggunaan bantuan tidur, seperti obat
• penggunaan praktek induksi tidur yang lain
• kondisi lingkungan seperti : penggunaan bantal untuk tidur, tipe tempat tidur yang digunakan
• PEDIATRIK – rutinitas dan ritual waktu tidur, item keamanan
OBGYN – kesulitan tidur karena kehamilan, waktu melahirkan hubungannya denhan tidur, lama waktu persalinan • observasi pola istirahaat / tidur
• observasi gangguan istirahat / tidur
• ob servasi kesadaran dan status mental


6. Kognitif perseptual
Meliputi Informasi / riwayat pasien Pemeriksaan 
• fungsi sensori ( pendengaran, penglihatan, perasa, pembau, perabaan ) kenyamanan dan nyeri, fungsi kognitif ( bahasa, memori, penilaian, pengambilan keputusan )

 • status pendengaran ; kebutuhan alat Bantu pendengaran, waktu test pendengaran terakhir
• status penglihatan, kebutuhan untuk penggunaan kaca mata, pemeriksaan mata terakhir
• masalah dengan pengecap dan pembau
• masalah dengan sensasi perabaan, baal, kesemutan
• nyeri ( level, lokasi, frekwensi, durasi, karakter, kondisi yang memberatkan, metode penyembuhan, level toleransi )
• fungsi kognisi dalam memori istilah, ingatan jan gka pendek, ingatan jangka panjang
• riwayat setiap perubahan dalam level kesadaran atau periode kebingungan
• komunikasi ; bahasa utama, bahasa lain, tingkat pendidikan, kemampuan membaca dan menulis
• derajat kemampuan memecahkan masalah
• derajat kemampuan pengambilan keputusan
• perasaan berputar
• riwayat pingsan, kejang atau sakit kepala
• riwayat sakit kepala, lokasi, frekwensi, factor yg berhubungan
• OBGYN – kehadiran dalam kelas prenatal, pengetahuan tentang perawatan diri dan perawatan bayi
• PEDIATRIK – catat uisa bisa bicara, menyusun tingkatan, perilaku atau kesulitan belajar di sekolah
 • Test pendengaran, penglihatan, perasa, peraba, pembau
• Test orientasi ; waktu, tempat, orang
• Kaji tingkat kesadaran, ukur dengan respon terhadap stimulus
• Dengarkan bahasa yang digunakan
• Dengarkan kualitas, kecepatan, artikulasi berbicara
• Test memori sekarang, hal yg baru dipelajari sesuai indikasi
• Lakukan skrening perkembangan sesuai indikasi
• Kaji kemampuan membuat kalimat, membaca, menulis, proses berpikir

Kaji tanda-tanda nyeri dan level toleransi (raut muka, menahan nyeri, gelisah, kemampuan distraksi)

7. Konsep Diri Persepsi Diri

Meliputi Informasi / riwayat pasien Pemeriksaan 
• perasaan hargan diri secara umum, sikap tentang dirinya, identitas diri, pola emosional umum
 • bagaimana perasaan tentang diri anda yang sering dirasakan sepanjang waktu ?
• dapatkah anda ceritakan tentang diri anda ?
• bagaimana masalah ini berpengaruh terhadap hidup anda ? 
• deskripsi dari diri sendiri
• adanya ketakutan, kecemasan, alas an depresi atau merasa kehilangan control
• ukuran yang digunakan untuk meningkatkan perasaan mengenai konsep diri
• pengalaman berhubungan dengan perasaan keputusasaan • observasi penggunaan atau tdk kontak mata
• catat perhatian atau distraksi
• catat suara dan kualitas, intensitas bicara
• ukur skala 1-5, relaxed – nervous
• ukur skala 1-5, assertive to passive
• catat tanda verbal dan non verbal yg mengindikasikan ekspresi konsep diri 

8. Peran Hubungan
Meliputi Informasi / riwayat pasien Pemeriksaan 
• peran kelurga dan peran social, kepuasan dan ketidakpuasan dengan peran, persepsi terhadap peran yg terbesar dalam hidup • bentuk struktur keluarga
• cara hidup : sendirian, dengan keluarga, teman sekamar, dll
• peran dalam keluarga; ayah, ibu, penghasil keuangan
• pemberi perawata di rumah, peran penerima perawatan di rumah
• persepsi dari efek masalah kesehatan saat ini atau situasi saat ini terhadap peran
• pekerjaan , profesi, peran kerja
• peran sbg pelajar
• kepuasan dan ketidakpuasan terhadap peran
• masalah atau kesulitan dalam menjaga peran yg disebutkan
• ansuransi kesehatan dan pengaruhnya saat ini terhadap peran dan hubungan 
• kecukupan penghasilan keuangan saat ini unutk memenuhi kebutuhan saat ini atau tdk
• kecukupan dukungan /hubungan keluarga memenuhi kebutuhan saat ini atau tdk
• OBGYN – kehamilan yg direncanakan, perasaan ttg rencana hamil, melahirkan, perawatan anak, hubungan antara ayah dan bayi, rencana untuk makanan bayi • Observasi interaksi antara anggota keluarga
• OBGYN/Pediaktrik bukti perilaku bonding dan attachment dari ibu, ayah dan bayi, keaji ketrampilan sbg orang tua

9. SEKSUAL REPRODUKSI
Meliputi Informasi / riwayat pasien Pemeriksaan 
• Focus pasutri terhadap kepuasan atau ketidakpuasan dengan seks, pola reproduksi ; menstruasi • Kecemasan thd sex
• Orientasi seksual
• Hubungan seksual dan derajat kepuasan
• Fase Reproduksi wanita, waktu punya anak, perimenstruasi
• Riwayat menstruasi : umur menarche, durasi, frekwensi, keteraturan, masalah
• Riwayat reproduksi, hamil terakhir, melahirkan terakhir, kesulitan
• Riwayat melahirkan kembar, kelaianan congenital atau kelainan genetic
• KB
• Cara mencegah penularan PMS
• Riwayat PMS
• Persepsi pemeriksaan payudara sendiri dan testis sendiri
• OBGYN – kehamilan yg direncanakan ? masalah dengan kehamilan atau melahirkan terakhir atau saat ini, (spotting, diabetes, perdarahan, pembedahan dll) laboratorium; test kehamilan, amnisosentesis, USG, dll
• PEDIATRIK – disunat, perkembangan • Jika hamil; TFU, pemeriksaan vagina, palpasi kontraksi, DJJ, discharge, perdarahan, atau cairan yg keluar
• Postpartum : fundus (lokasi dan kekenyalan), lokhea ( warna dan jumlah, adanya bekuan darah), perineum:episiotomy, laserasi
• Bayi: disunat, testes sudah turun / blm, discharge vangina, pembengkakan

10. Koping – Toleransi stress
Meliputi Informasi / riwayat pasien Pemeriksaan 
• metode untuk mengatasi atau kooping thd stress, mendefinisakan stressor, toleransi thd stress, efektifitas kooping • perubahan, masalah saat ini, kejadian yang menyebabkan stress atau perhatian
• krisis saat ini missal; sakit atau hospitalisasi
• level stress saat ini 
• penggunaan obat atau alcohol untuk kooping
• metode untuk kooping terhadap stress selain alcohol atau obat
• derajat kesuksesan dari strategi kooping saat ini
• persepsi dari tingkat toleransi stress
• persepsi tentang status keamanan di rumah misal : episode kekerasan fisik / emosional
• OBGYN- rencana koping selama melahirkan persepsi dari koping selama hamil melahirkan
• PEDIATRIK-rencana orang tua terhadap masalah-masalah yang sering muncul pada anak-anak
 • skala analisis konduksi stress
• catat perilaku atau manifestasi psikologis dari mood, afek, kecemasan dan stress

11. Nilai – Kepercayaan
Meliputi Informasi / riwayat pasien Pemeriksaan 
• Nilai, tujuan, dan kepercayaan berhubungan dengan pilihan, atau membuat keputusan, kepercayaan spiritual, issu ttg hidup yg penting, hubungan antara pola nilai kepercayaan dengan masalah dan praktek kesehatan • Agama
• Keparcayaan spiritual yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dan praktek kesehatan
• Derajat dari tujuan pencapaian hidup
• Persepsi tentang kepuasan dengan hidup, dan jalan hidup
• Kepercayaan cultural yang berpengaruh dengan kesehatan dan nilai
• Kepercayaan cultural yang merefleksikan pilihan pada promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
• • observasi penggunaan atau tdk kontak mata

Jumat, 20 Maret 2009

Hemodialisa

a. Pengertian
Menurut Price dan Wilson (1995) dialisa adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.
Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi dializer yang dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox, 1997).
Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan (NKF, 2006).
b. Indikasi 
Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas berdasarkan kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus dimulai. Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan berdasarkan kesehatan penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria , 4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi. 
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.
Kemudian Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa hemodialisa biasanya dimulai ketika bersihan kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding dengan kadar kreatinin serum 8–10 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia dan secara mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan hemodialisa. Selanjutnya Thiser dan Wilcox (1997) juga menyebutkan bahwa indikasi relatif dari hemodialisa adalah azotemia simtomatis berupa ensefalopati, dan toksin yang dapat didialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis uremia, hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik (oedem pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi.


c. Kontra Indikasi
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).
d. Tujuan
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :
1) Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
2) Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
3) Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
4) Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.

e. Proses Hemodialisa
Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa berfungsi mempersiapkan cairan dialisa (dialisat), mengalirkan dialisat dan aliran darah melewati suatu membran semipermeabel, dan memantau fungsinya termasuk dialisat dan sirkuit darah korporeal. Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi sistemik. Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan untuk memperoleh efisiensi maksimal dari pemindahan larutan. Komposisi dialisat, karakteristik dan ukuran membran dalam alat dialisa, dan kecepatan aliran darah dan larutan mempengaruhi pemindahan larutan (Tisher & Wilcox, 1997).
Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring dan membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang akan masuk ke dalam mesin hemodialisa (NKF, 2006).
Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri dari membran semipermeabel yang terdiri dari dua bagian, bagian untuk darah dan bagian lain untuk dialisat. Darah mengalir dari arah yang berlawanan dengan arah dialisat ataupun dalam arah yang sama dengan arah aliran darah. Dializer merupakan sebuah hollow fiber atau capillary dializer yang terdiri dari ribuan serabut kapiler halus yang tersusun pararel. Darah mengalir melalui bagian tengah tabung-tabung kecil ini, dan dialisat membasahi bagian luarnya. Dializer ini sangat kecil dan kompak karena memiliki permukaan yang luas akibat adanya banyak tabung kapiler (Price & Wilson, 1995).
Menurut Corwin (2000) hemodialisa adalah dialisa yang dilakukan di luar tubuh. Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke dalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh dializer darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt). 
Selanjutnya Price dan Wilson (1995) juga menyebutkan bahwa suatu sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk dialisat. Darah mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur arteri/blood line), melalui dializer hollow fiber dan kembali ke pasien melalui jalur vena. Dialisat membentuk saluran kedua. Air kran difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai dengan suhu tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan pompa pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa. Dialisat kemudian dimasukan ke dalam dializer, dimana cairan akan mengalir di luar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi sepanjang membran semipermeabel dari hemodializer melalui proses difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.
Kemudian menurut Price dan Wilson (1995) komposisi dialisat diatur sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion darah normal, dan sedikit dimodifikasi agar dapat memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit yang sering menyertai gagal ginjal. Unsur-unsur yang umum terdiri dari Na+, K+, Ca++, Mg++, Cl- , asetat dan glukosa. Urea, kreatinin, asam urat dan fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari darah ke dalam dialisat karena unsur-unsur ini tidak terdapat dalam dialisat. Natrium asetat yang lebih tinggi konsentrasinya dalam dialisat, akan berdifusi ke dalam darah. Tujuan menambahkan asetat adalah untuk mengoreksi asidosis penderita uremia. Asetat dimetabolisme oleh tubuh pasien menjadi bikarbonat. Glukosa dalam konsentrasi yang rendah ditambahkan ke dalam dialisat untuk mencegah difusi glukosa ke dalam dialisat yang dapat menyebabkan kehilangan kalori dan hipoglikemia. Pada hemodialisa tidak dibutuhkan glukosa dalam konsentrasi yang tinggi, karena pembuangan cairan dapat dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat.
Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat. Perbedaaan tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan meningkatkan tekanan positif di dalam kompartemen darah dializer yaitu dengan meningkatkan resistensi terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat dengan memainkan pengatur tekanan negatif. Perbedaaan tekanan hidrostatik diantara membran dialisa juga meningkatkan kecepatan difusi solut. Sirkuit darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan garam atau NaCl 0,9 %, sebelum dihubungkan dengan sirkulasi penderita. Tekanan darah pasien mungkin cukup untuk mengalirkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal (di luar tubuh), atau mungkin juga memerlukan pompa darah untuk membantu aliran dengan quick blood (QB) (sekitar 200 sampai 400 ml/menit) merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terus-menerus dimasukkan pada jalur arteri melalui infus lambat untuk mencegah pembekuan darah. Perangkap bekuan darah atau gelembung udara dalam jalur vena akan menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke dalam aliran darah pasien. Untuk menjamin keamanan pasien, maka hemodializer modern dilengkapi dengan monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai parameter (Price & Wilson, 1995).
 Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4–5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10–15 jam/minggu dengan QB 200–300 mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3–5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2–3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa.  
Price dan Wilson (1995) menjelaskan bahwa dialisat pada suhu tubuh akan meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhu yang terlalu tinggi menyebabkan hemolisis sel-sel darah merah sehingga dapat menyebabkan pasien meninggal. Robekan pada membran dializer yang mengakibatkan kebocoran kecil atau masif dapat dideteksi oleh fotosel pada aliran keluar dialisat. Hemodialisa rumatan biasanya dilakukan tiga kali seminggu, dan lama pengobatan berkisar dari 4 sampai 6 jam, tergantung dari jenis sistem dialisa yang digunakan dan keadaan pasien. 








Gambar 2.1 
Skema proses hemodialisa

 
(National Kidney Foundation, 2001)


f. Komplikasi Hemodialisa
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
1) Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi. 


2) Hipotensi 
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.
3) Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
4) Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.
5) Hipoksemia
 Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6) Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
7) Ganguan pencernaan
 Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.
8) Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
9) Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

BIMBINGAN PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN

Pengelolaan bimbingan praktik klinik keperawatan di sejumlah pelayanan kesehatan, hingga saat ini masih belum optimal. Masih ditemui banyak kendala dan kurang optimalnya pola bimbingan. Hal ini jelas berimplikasi terhadap kualitas lulusan pendidikan keperawatan, baik dari segi pengetahuan, ketrampilan dan sikap, maupun kompetensi yang diperoleh oleh mahasiswa peserta bimbingan.

Kendala yang selama ini dijumpai antara lain :
1. Pelayanan kesehatan belum memiliki pembimbing klinik yang memadai, baik dari segi kuantitas maupun kulaitas.
Dari segi kuantitas, masih banyak rumah sakit yang belum memiliki pembimbing klinik dengan jumlah yang cukup, sehingga rasio pembimbing klinik dengan mahasiswa bimbingan tidak seimbang. Bimbingan terfokus dilakukan oleh kepala ruang atau pembimbing yang bersertifikat dengan jumlah sedikit. Perawat pelaksana yang lain merasa tidak memiliki kompetensi ataupun tidak merasa bertanggung jawab membimbing karena belum bersertifikat apalagi mempunyai SK sebagai pembimbing, sehingga mereka cenderung cuek terhadap mahasiswa yang praktek.
Dari segi kualitas, masih banyak rumah sakit yang memiliki pembimbing klinik belum terlatih atau bersertifikat sebagai pembimbing klinik, tetapi kebanyakan hanya berdasarkan senioritas, pengalaman bekerja, sehingga tidak jarang mahasiswa DIII mendapat bimbingan oleh perawat senior yang berlatar belakang SPK ataupun DIII tetapi dengan tahun lulusan yang bertaut jauh, sementara perkembangan ilmu senantiasa berkembang pesat, sehingga tidak jarang pembimbing klinik senior membimbing hanya berdasarkan pengalaman, bukan keilmuan yang terbaru. Lebih parahnya lagi mungkin masih ada mahasiswa yang mendapat bimbingan oleh perawat senior dengan jenjang pendidikan yang lebih rendah, tanpa bermaksud merendahkan pengalaman ataupun ketrampilan yang dimiliki oleh perawat senior, tetapi jenjang pendidikan yang berbeda jelas memberikan pandangan dan pola pikir yang berbeda.

2. Masih adanya kesenjangan antara pembimbing klinik dengan pembimbing akademik dalam beberapa hal.
Kesenjangan yang bisa kita lihat adalah dari segi pendidikan, dimana para pembimbing akademik atau dosen secara jenjang pendidikan melaju pesat dan seakan tak terbendung, sehingga tidak heran kebanyakan perawat dengan gelar S2, ataupun S3 berasal dari pendidik. Masih sangat sedikit perawat di RS yang berpendidikan tinggi, jangankan untuk S2 atau S3, untuk sekedar S1 saja masih sangat sedikit dan masih bisa dihitung dengan jari.
Kesenjangan yang lain adalah pembimbing akademik yang berpendidikan tinggi tersebut masih sangat sedikit yang memiliki pengalaman bekerja di RS, kebanyakan dari mereka mengetahui dunia kerja RS hanya saat menjalani pendidikan atau saat pendidikan profesi. Sehingga pengetahuan dan ketrampilan kurang seimbang dengan keilmuan yang dimiliki.
Akibatnya tidak mengherankan muncul anggapan “ Teori sepenuhnya milik institusi pendidikan (dosen/pembimbing akademik) sedangkan skil prosedur adalah milik institusi pelayanan (pembimbing klinik). Sehingga mahasiswa sering mengalami kebingungan saat praktek, mana yang diikuti, teori di akademik atau prosedur tindakan yang ada di RS, karena terdapat kesenjangan antara teori yang di dapat di akademik dengan praktek yang didapat di RS.

3. Masih adanya perbedaan persepsi antara pembimbing akademik dengan pembimbing klinik 
Perbedaan persepsi bisa dalam hal penilaian, dalam hal pola bimbingan, dalam hal target kompetensi yang ingin dicapai oleh mahasiswa dan masih banyak lagi. Sehingga bimbingan yang berjalan, mwenggunkan pola sendiri-sendiri antara pembimbing akademik dengan pembimbimg klinik tidak ada keselarasan bimbingan. 

4. Belum sepakatnya model bimbingan yang digunakan antara akademik dengan pembimbimg klinik.
Bimbingan yang berjalan saat ini di sebuah institusi pendidikan belum meiliki pola yang baku yang diterapkan oleh RS dan dengan kesepakatan pembimbing akademik. Masih sangat swedikit RS yang sudah mewmiliki mwemiliki proswedur pola bimbingan yang baku. Bimbingan bwerjalan swesuai dwengan pwengalaman masing-masing individu seperti yang didapatkan saat mereka sebagai mahasiswa dulu

Langkah yang perlu ditempuh untuk memperbaiki pola bimbingan praktik klinik keperawatan saat ini adalah :
Dari institusi pelayanan kesehatan, yang dapat ditempuh adalah :
1. Meningkatkan kualitas SDM perawat dengan meningkatkan jwenjang pendidikan pada tahap pendidikan tinggi keperawatan.
2. Ciptakan pembimbing-pembimbing yang kompeten dengan jumlah yang cukup.
3. Buat prosedur pola bimbingan yang baku.
4. Lakukan peningkatan kompetensi pembimbing klinik dengan pelatihan-pelatihan.
5. Berikan penghargaan yang layak untuk para pembimbing klinik, agar mereka semangat dalam membimbing.
6. Menyediakan labskill yang memadai untuk mendukung bimbingan mahasiswa.

Dari Institusi pendidikan, yang dapat ditempuh antara lain :
1. Senantiasa menjalin hubungan dan komunikasi dengan pembimbing klinik, dengan pertemuan rutin ilmiah, misal bulanan, atau 2 bulanan, sehingga terjalin keselarasan, kesepahaman dalam bimbingan dan persamaan pola pikir dalam bimbingan mahasiswa.
2. Disarankan pembimbing akademik (dosen) untuk melakukan magang di RS, kerja paruh waktu atau apapun namanya yang memungkinkan pembimbing akademik memiliki pengalaman lahan di RS seperti halnya pembimbing klinik.
3. Menjalin hubungan dengan institusi pelayanan sebagai tempat praktek yang ideal, dengan kelengkapan-kelengkapan labskill yang memadai.

Semoga bimbingan praktek klinik keperawatan semakin baik, semakin maju, dengan menghasilkan tenaga-tenaga perawat yang kompetens, profesional dan tangguh. Bagaimanapun mereka (mahasiswa) adalah calon penerus perjuangan kita sebagai perawat, dan penerus profesi perawat. Artinya eksistensi perawat yang akan datang meruapakan tanggung jawab kita dalam menghasilkan tenaga perawat yang profesional dan kompetens.
Semoga kita berada di jalan yang benar.

Senin, 16 Maret 2009

Latar Belakang :Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna (QS: 95 :4). Tiap insan dilengkapi dengan alat dan organ tubuh yang canggih, seimbang dan diatas segalanya diberi akal fikiran yang dapat digunakan untuk menimbang yang baik dan yang buruk, dan juga untuk mempelajari segala sesuatu yang diciptakan Tuhan di alam ini. Tidak ada makhluk ciptaan Tuhan selengkap dan sesempurna manusia, dan justru karena itu juga, manusialah yang ditugasi sebagai wakil Tuhan untuk mengurus alam ini sebagai khalifah-Nya. Dengan akal fikiran itu, manusia 

Selain anugerah yang telah disebutkan diatas, Tuhan juga telah melengkapi tubuh kita dengan suatu Sistem Pertahanan dan Kekebalan Tubuh yang super canggih untuk melindungi tubuh kita dari setiap bentuk gangguan dan serangan musuh, baik yang datang dari luar, seperti bakteri, virus, jamur, parasit, polusi lingkungan, dan sebaginya, maupun musuh yang ada didalam tubuh, seperti radikal bebas, racun-racun hasil samping metabolisme, sel-sel kanker, dan sebagainya. Sistem kekebalan tubuh berhubungan erat dengan sistem-sistem lain dalam tubuh kita. Bila sistem kekebalan tubuh bekerja secara arif dan efektif, maka kita akan senantiasa berada dalam keadaan sehat, namun bila sistem kekebalan tubuh mengalami kelelahan atau bekerja tidak dengan kapasitas penuh, maka bagian-bagian tubuh anda yang lain terbiar dan mudah diserang oleh kuman-kuman, virus dan bakteri-bakteri yang bertaburan di lingkungan hidup kita saat ini ataupun digerogoti oleh radikal bebas, sel-sel kanker, dsb. Bila anda masih pula membebani tubuh anda dengan diet yang buruk, tidak melakukan latihan jasmani yang cukup, serta pola hidup yang syarat tuntutan (ketegangan), maka sistem kekebalan anda sama sekali tak mendapatkan bantuan yang sangat diperlukannya. Pada hal sistem kekebalan tubuh harus bekerja sepanjang waktu untuk melindungi anda, dan karena hal-hal tersebut, seringkali dia akan gagal melindungi anda pada saat-saat yang paling dibutuhkan dan anda dapat menderita sakit.

Sistem kekebalan tubuh yang kuat dan mampu menghadapi tantangan yang dihadapinya setiap hari, akan memberi kesempatan pada tiap sistem dalam tubuh anda berfungsi pada tingkat yang terbaik. Sistem kekebalan yang sehat akan meratakan jalan menuju diri anda yang lebih sehat pula.

Dan karena anda sudah terserang penyakit, maka kelemahan dan ketidak berdayaan Sistem Pertahanan dan Kekebalan Tubuh anda harus dibantu, agar dapat kembali berfungsi dengan efektif.

Hal inilah yang dilakukan dalam Terapi Komplementer yang saya laksanakan dengan beragam cara, termasuk berdo’a sebagai terapi spiritual, karena kesembuhan hanya datang dari Yang Maha Kuasa – “man proposes, God disposes” !dapat mempelajari susunan tubuhnya dan sistem-sistem yang bekerja untuk menjalankan fungsi tubuhnya agar tetap dapat hidup, sehat dan beraktivitas. Dengan akal fikiran itu juga manusia mempelajari dan mengerti tata surya dan lain-lain di alam ini. 

Sebenarnya, bila kita menelaah dan mempelajari betapa rumit dan canggihnya susunan setiap sel dan organ didalam tubuh kita, demikian pula cara kerja dari masing-masing sel dan organ tersebut hingga secara keseluruhan begitu harmonis, maka kita akan melihat dan menyadari betapa Kebesaran dan Rahmat Tuhan yang telah dianugerahkan kepada kita manusia. Kita akan takjub dan tersungkur sujud untuk mensyukurinya. Anugerah yang begitu besar, seharusnya kita jaga dan rawat dengan baik, agar tetap awet dan berfungsi dengan baik hingga saatnya kita kembali keharibaan-Nya. Namun kita selalu lupa akan hal itu, hingga akibatnya kita sendiri yang akan menderita karenanya. Karena keteledoran kita, maka kita mengalami penyakit dan bila kita sakit, kualitas hidup kita akan terganggu, dan kesempatan kita untuk menikmati hidup akan terganggu pula. Bukankah bila kita sehat, maka kualitas hidup kita akan baik, kreativitas dan produktivitas kita akan terus melaju, sehingga kita benar-benar akan menikmati hidup yang hanya sebentar ini dengan penuh gairah dan bahagia. Tetap sehat, bukan berarti kita akan hidup selama-lamanya, karena setiap yang bernyawa itu pasti menemui ajalnya, seperti firman Tuhan:

“Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati” (Q.S. : 21 : 35)Namun dengan menjaga tubuh kita selalu sehat, maka kualitas hidup untuk menjalani dan menikmati hidup akan tetap baik dan kita tidak perlu harus menderita sakit, yang mungkin akan berdampak sangat negatif kepada kehidupan kita, baik dari segi fisik, mental, finansial dan sosial.

Tubuh kita dijadikan Tuhan sedemikian rupa, dan bekerja dengan beragam sistem tubuh. Tubuh kita ini dapat diumpamakan seperti pabrik yang terdiri dari jutaan mesin-mesin kecil yang sebagian bekerja serempak, sedang yang lain bekerja secara independen, namun tetap dalam keharmonisan, agar kita dapat hidup dengan sehat.


JENIS-JENIS TERAPI YANG DILAKSANAKAN TERAPI
1. NUTRISI (NUTRITIONAL THERAPY)
2. TERAPI HERBAL (HERBAL THERAPY)
3. TERAPI SPIRITUAL BERBASIS DO’A (SPIRITUAL THERAPY BASED ON PRAYER) 
4. TERAPI PSIKO-SOMATIK (MIND-BODY THERAPY)

DIAGNOSA
Menurut cara Konvensional seperti: 
-Riwayat Penyakit
-Pemeriksaan Fisik
-Pemeriksaan
-Laboratorium X-ray, MRI, Ultra Sound
-Biopsi,
-dsb.

REGENERASI

Kesuksesan dalam sebuah komunitas adalah impian dan harapan. Segala usaha dan upaya dilakukan dan diupayakan dengan perencanaan yang matang. Tatkala kesuksesan itu diraih akan membawa kepuasan. Bahkan sering sekali kesuksesan sebuah komunitas akan dikenang dan diingat sepanjang sejarah sebuah komunitas.

Kita sering mendengar masa keemasan, atau zaman keemasan. begitu juga dengan komunitas perawat dalam suatu organisasi pelayanan. Era keperawatan tidak bisa kita pungkiri berbeda-beda. Saat sebuah generasi perawat sukses akan menjadi indikaor dan barometer generasi berikutnya.