Jumat, 20 Maret 2009

BIMBINGAN PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN

Pengelolaan bimbingan praktik klinik keperawatan di sejumlah pelayanan kesehatan, hingga saat ini masih belum optimal. Masih ditemui banyak kendala dan kurang optimalnya pola bimbingan. Hal ini jelas berimplikasi terhadap kualitas lulusan pendidikan keperawatan, baik dari segi pengetahuan, ketrampilan dan sikap, maupun kompetensi yang diperoleh oleh mahasiswa peserta bimbingan.

Kendala yang selama ini dijumpai antara lain :
1. Pelayanan kesehatan belum memiliki pembimbing klinik yang memadai, baik dari segi kuantitas maupun kulaitas.
Dari segi kuantitas, masih banyak rumah sakit yang belum memiliki pembimbing klinik dengan jumlah yang cukup, sehingga rasio pembimbing klinik dengan mahasiswa bimbingan tidak seimbang. Bimbingan terfokus dilakukan oleh kepala ruang atau pembimbing yang bersertifikat dengan jumlah sedikit. Perawat pelaksana yang lain merasa tidak memiliki kompetensi ataupun tidak merasa bertanggung jawab membimbing karena belum bersertifikat apalagi mempunyai SK sebagai pembimbing, sehingga mereka cenderung cuek terhadap mahasiswa yang praktek.
Dari segi kualitas, masih banyak rumah sakit yang memiliki pembimbing klinik belum terlatih atau bersertifikat sebagai pembimbing klinik, tetapi kebanyakan hanya berdasarkan senioritas, pengalaman bekerja, sehingga tidak jarang mahasiswa DIII mendapat bimbingan oleh perawat senior yang berlatar belakang SPK ataupun DIII tetapi dengan tahun lulusan yang bertaut jauh, sementara perkembangan ilmu senantiasa berkembang pesat, sehingga tidak jarang pembimbing klinik senior membimbing hanya berdasarkan pengalaman, bukan keilmuan yang terbaru. Lebih parahnya lagi mungkin masih ada mahasiswa yang mendapat bimbingan oleh perawat senior dengan jenjang pendidikan yang lebih rendah, tanpa bermaksud merendahkan pengalaman ataupun ketrampilan yang dimiliki oleh perawat senior, tetapi jenjang pendidikan yang berbeda jelas memberikan pandangan dan pola pikir yang berbeda.

2. Masih adanya kesenjangan antara pembimbing klinik dengan pembimbing akademik dalam beberapa hal.
Kesenjangan yang bisa kita lihat adalah dari segi pendidikan, dimana para pembimbing akademik atau dosen secara jenjang pendidikan melaju pesat dan seakan tak terbendung, sehingga tidak heran kebanyakan perawat dengan gelar S2, ataupun S3 berasal dari pendidik. Masih sangat sedikit perawat di RS yang berpendidikan tinggi, jangankan untuk S2 atau S3, untuk sekedar S1 saja masih sangat sedikit dan masih bisa dihitung dengan jari.
Kesenjangan yang lain adalah pembimbing akademik yang berpendidikan tinggi tersebut masih sangat sedikit yang memiliki pengalaman bekerja di RS, kebanyakan dari mereka mengetahui dunia kerja RS hanya saat menjalani pendidikan atau saat pendidikan profesi. Sehingga pengetahuan dan ketrampilan kurang seimbang dengan keilmuan yang dimiliki.
Akibatnya tidak mengherankan muncul anggapan “ Teori sepenuhnya milik institusi pendidikan (dosen/pembimbing akademik) sedangkan skil prosedur adalah milik institusi pelayanan (pembimbing klinik). Sehingga mahasiswa sering mengalami kebingungan saat praktek, mana yang diikuti, teori di akademik atau prosedur tindakan yang ada di RS, karena terdapat kesenjangan antara teori yang di dapat di akademik dengan praktek yang didapat di RS.

3. Masih adanya perbedaan persepsi antara pembimbing akademik dengan pembimbing klinik 
Perbedaan persepsi bisa dalam hal penilaian, dalam hal pola bimbingan, dalam hal target kompetensi yang ingin dicapai oleh mahasiswa dan masih banyak lagi. Sehingga bimbingan yang berjalan, mwenggunkan pola sendiri-sendiri antara pembimbing akademik dengan pembimbimg klinik tidak ada keselarasan bimbingan. 

4. Belum sepakatnya model bimbingan yang digunakan antara akademik dengan pembimbimg klinik.
Bimbingan yang berjalan saat ini di sebuah institusi pendidikan belum meiliki pola yang baku yang diterapkan oleh RS dan dengan kesepakatan pembimbing akademik. Masih sangat swedikit RS yang sudah mewmiliki mwemiliki proswedur pola bimbingan yang baku. Bimbingan bwerjalan swesuai dwengan pwengalaman masing-masing individu seperti yang didapatkan saat mereka sebagai mahasiswa dulu

Langkah yang perlu ditempuh untuk memperbaiki pola bimbingan praktik klinik keperawatan saat ini adalah :
Dari institusi pelayanan kesehatan, yang dapat ditempuh adalah :
1. Meningkatkan kualitas SDM perawat dengan meningkatkan jwenjang pendidikan pada tahap pendidikan tinggi keperawatan.
2. Ciptakan pembimbing-pembimbing yang kompeten dengan jumlah yang cukup.
3. Buat prosedur pola bimbingan yang baku.
4. Lakukan peningkatan kompetensi pembimbing klinik dengan pelatihan-pelatihan.
5. Berikan penghargaan yang layak untuk para pembimbing klinik, agar mereka semangat dalam membimbing.
6. Menyediakan labskill yang memadai untuk mendukung bimbingan mahasiswa.

Dari Institusi pendidikan, yang dapat ditempuh antara lain :
1. Senantiasa menjalin hubungan dan komunikasi dengan pembimbing klinik, dengan pertemuan rutin ilmiah, misal bulanan, atau 2 bulanan, sehingga terjalin keselarasan, kesepahaman dalam bimbingan dan persamaan pola pikir dalam bimbingan mahasiswa.
2. Disarankan pembimbing akademik (dosen) untuk melakukan magang di RS, kerja paruh waktu atau apapun namanya yang memungkinkan pembimbing akademik memiliki pengalaman lahan di RS seperti halnya pembimbing klinik.
3. Menjalin hubungan dengan institusi pelayanan sebagai tempat praktek yang ideal, dengan kelengkapan-kelengkapan labskill yang memadai.

Semoga bimbingan praktek klinik keperawatan semakin baik, semakin maju, dengan menghasilkan tenaga-tenaga perawat yang kompetens, profesional dan tangguh. Bagaimanapun mereka (mahasiswa) adalah calon penerus perjuangan kita sebagai perawat, dan penerus profesi perawat. Artinya eksistensi perawat yang akan datang meruapakan tanggung jawab kita dalam menghasilkan tenaga perawat yang profesional dan kompetens.
Semoga kita berada di jalan yang benar.